Video Call Sex Semasa Pandemi, Hati-hati!





Video Call Sex Semasa Pandemi, Hati-hati!

Dunia4d2 Prediksi HK - Kamu yang tak punya pasangan di masa pandemi ini terhitung beruntung. Sebab, punya pasangan tapi harus menjaga jarak bisa jadi menjengkelkan. Bagaimana cara mengobati rindu kalau tak bisa bertemu? Mau video call sex? Yakin?
“Pernah mau VCS (video callsex), terus sinyalnya putus-putus. Bajigur, wkwkwk. Kata dia, videoku jadi kotak-kotak putus gitu, jadi kayak 3GP gambarnya,” seloroh Tyas yang kini terpaksa menjalin hubungan jarak jauh.
Semula jarak Yogyakarta-Temanggung tak jadi soal bagi Tyas. Sang kekasih, Dhanu, telah terbiasa bolak-balik mengunjunginya sembari memenuhi jadwal manggung di sekitar kota tempatnya tinggal. Namun, setelah dua tahun lebih pacaran jarak jauh dengan intensitas pertemuan yang cukup rutin, kini mereka benar-benar harus menahan rindu. Sudah berbulan-bulan keduanya tak bertemu.
“Sejak pandemi kita jadi LDR (long-distance relationship) beneran. Dulu masih (sering) bolak-balik, santuy. Lha ini terakhir ketemu aja awal Maret,” kata perempuan 26 tahun itu.
Bulan pertama tak berjumpa, komunikasi antarkeduanya sempat runyam. “Mungkin karena sama-sama lagi panik (karena pandemi) juga. Terus gak biasa LDR-an lama.”
Perubahan drastis ini membuat Tyas kerap uring-uringan. Dia rindu pada sosok dan sentuhan sang kekasih. Alhasil, hal-hal yang sebelumnya asing kini mereka coba semata demi mengobati rindu, yakni sexting—berkirim foto atau teks seksual melalui ponsel—dan video call sex.
“Kami tuh sebelumnya enggak pernah kan VCS-VCS gitu. Jadi pandemi ini kayak unlock new skill—VCS-an,” ujar Tyas.
Percobaan VCS tak ia rencanakan secara khusus. Berawal dari berkirim pesan biasa, Tyas kemudian iseng mengirimkan potret dirinya kepada Dhanu. “Lagi kirim-kiriman PAP(Post a Picture) biasa aja, terus eh dia mancing-mancing. Terus kok asik, ya udah lanjut.”
Saatsexy mood keduanya telah terbangun, Dhanu pun mengajak Tyas untuk beralih ke video call. Sayangnya komunikasi keduanya tak berlangsung mulus. Sinyal putus-putus, membuat video call mereka ambyar.
Rumah Dhanu yang terletak di pedalaman Temanggung membuatnya sulit mendapatkan sinyal stabil. “Masya Allah ngeselin banget. Pas udah mood banget, terus sinyal dia putus-putus. Katanya videoku jadi kotak-kotak, putus-putus gitu. Tapi tetep lanjut karena udah nanggung, terus dia bilang ya udah nggak pa-pa biar kayak sensasi 3GP,” kata Tyas.
Nyatanya, jaringan internet yang tak stabil tak menghentikan keduanya kembali mencoba untuk yang kedua, ketiga, dan berkali-kali setelahnya. Kebutuhan akan ikatan seksual membuat mereka menjadikan VCS sebagai bagian rutinitas selama LDR.
Tyas dan Dhanu juga mencoba saling berkirim video-video seksi berdurasi pendek untuk membantu melepas hasrat karena tak berjumpa. Bermodal rasa saling percaya, keduanya merasa tak masalah menyimpan video-video itu di ponsel masing-masing.
Jangankan berdekatan, bertemu kekasih saja tak bisa semasa pandemi. Foto: Pixabay
Pengalaman serupa dialami Diva dan Rian. Selama lima tahun berpacaran, keduanya tak pernah terpisahkan jarak. Tapi sejak Pembatasan Sosial Berskala Besar, Diva yang tinggal di Bekasi dan Rian di Depok terpaksa menjalin LDR. Padahal sebelumnya mereka tak pernah tak bertemu dalam jangka waktu berbulan-bulan.
Diva dan Rian merasa LDR ternyata teramat berat. Apa lagi mereka sebelumnya merencanakan banyak agenda bersama seperti nonton konser dan staycation. “Aku jadi gampangcranky dan ngambek karena stres enggak pernah ketemu pacar,” ucap Diva.
Akibat mood yang naik turun, komunikasi pun tak berjalan lancar seperti biasanya. Setelah pembicaraan panjang, mereka pun mencoba mengobati rindu melalui pembicaraan nakal. “Kebetulan kita berdua emang orangnyatouchy dan sex drive-nya bisa dibilang lumayan gede. Jadi sexting and VCS really helps,” ujarnya.
Tapi, menurutnya, kepuasan yang didapat sangatlah berbeda. Tak ada yang bisa menandingi kualitas dari kontak fisik secara langsung. “Capek juga kan bilang kangen, kangen, tapi gak bisa peluk beneran, huhu,” kata perempuan 23 tahun itu.
Sexting jadi cara menjalin kedekatan emosional dengan pasangan yang berjarak. Foto: Shutterstock
Serupa dengan Diva, Anton juga kerap melakukan sexting dan VCS dengan sang istri, Rani. Kegiatan tersebut intens dilakukan saat keduanya menjalin hubungan jarak jauh, ketika Rani harus melakukan karantina mandiri selama sebulan.
Kondisi tersebut bermula Maret lalu, saat Rani sedang mengurus proyek dari kantornya di Bandung. Ia harus mengurus kerja sama dengan klien yang berasal dari China. “Kan terpikir bini gue ini kena (corona), takut nularin. Jadi nunggu sebulanlah kira-kira, dia karantina mandiri di sana (Bandung),” jelas Anton.
Pada masa-masa tersebut, lelaki 29 tahun ini begitu jenuh karena harus terpisah jarak dengan sang istri. Demi sedikit menghibur hati, keduanya kerap melakukan sexting. “Sebelum ini juga suka kirim foto-foto di IG atau Twitter yang relevan dengan kami. Foto yang kinky-kinky gitulah. Waktu LDR itu jadi lebih intens,” ujar Anton.
Aktivitas saling berkirim gambar menjadi semacam pemanasan untuk membangun sexy mood antara dia dan Rani. “Kalau udah ke-build up mood-nya, paling malemnya VCS.”
Tentu saja tak semua pasangan memilih demikian. Vika (25) dan sang pacar, Awan (31), tak pernah terpikir untuk melakukansexting atau VCS. “Musim pandemi bikin kami fatigue, terutama digital fatigue, jadi buat sexting tak terpikir,” ucap Vika.
Bagi Vika, melakukan VCS juga terlalu berisiko dari segi keamanan data. Ia tak ingin hal-hal buruk seperti pencurian data, hack, atau scam terjadi padanya. Menurutnya, menjaga hubungan agar tetap hangat tak harus melalui sexting atau VCS. Ia dan pacar sepakat, keintiman dalam suatu hubungan dapat dibangun dengan komunikasi yang baik. Sesimpel inisiatif untuk saling bertanya kabar.
Pandemi virus corona memang mengubah perilaku seksual. Tren sexting dan video call pun meningkat pesat. Menurut riset Khoros—lembaga riset media sosial yang berbasis di Texas—pada rentang Maret hingga April, terjadi kenaikan 384 persen konten seks di Twitter, dengan penggunaan emoji terong dan persik sebagai simbol kelamin laki-laki dan perempuan naik hingga 46 persen.
Beberapa peneliti berpendapat, situasi karantina membuat individu mudah stres, dan sexting menjadi salah satu cara untuk melepas stres.
“Beberapa orang lebih nyaman mengekspresikan aktivitas seksualnya di internet. Kondisi paksa yang menyebabkan diri tak bisa bertemu secara langsung ini memberi rasa bebas karena mereka tak bisa begitu saja ketemuan dan melakukan seks,” ujar Dr. Helen Fisher, antropolog The Kinsey Institute kepada New York Post.
Denrich Suryadi, psikolog dan dosen psikologi di Universitas Tarumangera, menyebut sexting sebagi bentuk komunikasi untuk meningkatkan kedekatan seksual dengan pasangan. Ia membangkitkan hasrat dan imajinasi seksual yang berujung pada membangun keintiman dengan pasangan.
Menurut Denrich, sexting tak masalah asal atas kesepakatan kedua belah pihak. Tapi, imbuhnya, VCS beda lagi.
“Kalau kayak video seks gitu sih menurut saya bahayanya ketika kita menggunakan media-media aplikasi medsos kayak Twitter. Khawatirnya bukan hanya tersebar untuk pasangan saja, tapi bisa ke orang lain juga.”
Keberanian melakukan VCS, menurutnya, menuntut kewaspadaan tinggi. “Kalau berani melakukan itu, artinya berani dengan konsekuensinya, dengan risikonya.”
Psikolog sekaligus seksolog Zoya Amirin menilai bahwa meski kedekatan emosi bisa dibangun melalui sexting, namun hal tersebut akan mempercepat terjadinya kebosanan. Menurut Zoya, di masa pendemi ini justru diperlukan obrolan-obrolan yang lebih bermakna dengan tatap muka melalui video call.
“Jadi meskipun sedang LDR karena pandemi, kencan bisa dilakukan secaraonline. Misalnya sambil video call dengan pasangan, sama-sama nonton film bareng, terus sambil chatting dan ngobrolin film yang ditonton bersama. Jadi seolah-olah dia berada di sebelah kamu,” ujar Zoya Amirin kepada kumparan, Sabtu (30/5).
Aktivitas seperti itu justru lebih bisa meningkatkan keintiman, meningkatkan emotional connection ketimbang sexting. Sebab, ibarat makanan,sexting dan VCS hanyalah menu pendamping atau side dish belaka.
“Karenasexting itu kan kayak bumbu, bikin enak dan seru. Tapi enggak bisa jadi main course, gak bisa jadi satu-satunya alat untuk mendekatkan pasangan di saat pandemi ini, terutama bagi mereka yang pacaran.”
Selain itu, dalam melakukan sexting dan VCS, penting ada persetujuan (consent) dari kedua pihak. Kasus-kasus seperti revenge porn, pelecehan seksual berbasis digital melalui penyebaran konten aktivitas seksual, atau penyeberan konten akibat hacking pun patut diwaspadai. Maka Zoya menegaskan untuk menghindari ketelanjangan.
“Cukup pakai baju seksi oke, tapi enggak terbuka, seperti hanya pakai bra atau underwear saja. Maybe you can wear lingerie yang masihproper, tapi tetep aja jangan melakukan ketelanjangan dan segala macam,” ucapnya tegas.
Tyas menyadari meskipun VCS dapat membantu menghilangkan penat akibat tak bisa bertemu langsung dengan sang kekasih, namun hal itu tak seketika membuatnya merasa semakin dekat dengan pasangan. Komunikasi dengan pasangan, ucapnya, jadi kunci untuk memelihara suatu hubungan.
“Aku juga ngerasa jadi belajar lagi buat mengandalkan diri sendiri. Karena di saat pandemi gini, dia juga pasti punya kekhawatiran sendiri. Jadi aku berusaha enggak menambahi beban dia. Sama-sama usaha jadi mandiri."
Bagi Diva, pandemi ini menyadarkannya bahwa kebutuhan akan pasangan bukan semata sentuhan fisik. Rindunya pada sang kekasih sesederhana keinginan untuk memegang tangan dan menatapnya secara langsung. Rasa terkoneksi satu sama lain itulah yang menurutnya jadi hal yang esensial dalam hubungan.
Sementara Anton merasa masa krisis ini mengingatkannya akan betapa berharga sosok istrinya. “Tambah diingetin aja kalo masih sama-sama butuh satu sama lain.”